Catatan Berita : DPRD Ancam Tak Akui Pendapatan dari Penjualan Aset Daerah

Pemerintah Provinsi Lampung melakukan pelepasan aset senilai Rp3,8 miliar sepanjang 2014 ini. Pelepasan itu merupakan penjualan kendaraan dinas, tanah dan rumah. Namun biro Aset dan Perlengkapan Setprov Lampung tidak dapat menjelaskan secara rinci terkait pelepasan tersebut.

Menurut Munzir, Wakil ketua Komisi III DPRD Lampung, Biro Aset dan Perlengkapan mengakui pelepasan aset, namun tidak dapat memberikan gambaran detail terkait apa dasar kebijakan dan prosedur pelepasan aset tersebut. Seperti penjualan rumah dinas yang mencapai Rp 190 juta dan penjualan kendaraan roda empat yang mencapai Rp917 juta. Sementara dalam APBD 2014 hanya ditargetkan Rp 25 Juta. Kemudian penjualan roda dua senilai Rp54,92 juta dan pelepasan hak atas tanah yang mencapai Rp2,02 miliar.

Komisi IIII pun telah mengusulkan kepada Badan anggaran DPRD Lampung untuk menolak pendapatan itu hingga legalitasnya dapat diakui. Munzir menambahkan, pelepasan aset ini bukanlah hal yang sepele. Gubernur harus membentuk tim penilai itu hingga kini belum ada kejelasan. Menurutnya, penataan aset yang amburadul menjadi salah satu penyebab laporan hasil pemeriksaan laporan keuangan Pemerintah Provinsi Lampung meraih predikat WDP.

Sumber berita Radar Lampung, Jumat, 23 Juli 2014

Catatan:

  • Terkait pelepasan aset daerah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Pada Pasal 3 ayat (1) menyatakan Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dilaksanakan berdasarkan asas fungsional, kepastian hukum, transparansi, efisiensi, akuntabilitas, dan kepastian nilai. Dalam hal Barang Milik Negara/Daerah tidak diperlukan bagi penyelenggaraan tugas pemerintahan negara/daerah dapat dipindahtangankan hal ini sesuai Pasal 54 ayat (1). Pemindahtanganan dilakukan dengan cara:

a. Penjualan;

b. Tukar Menukar;

c. Hibah; atau

d. Penyertaan Modal Pemerintah Pusat/Daerah.

Dalam rangka pemindahtanganan barang milik daerah dilakukan penilaian sesuai Pasal 48.

Pemindahtanganan Barang Milik Daerah dilakukan setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk:

a. tanah dan/atau bangunan; atau

b. selain tanah dan/atau bangunan yang bernilai lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah);

Pemindahtanganan Barang Milik Negara/Daerah berupa tanah dan/atau bangunan tidak memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat/Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, apabila:

a. sudah tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau penataan kota;

b. harus dihapuskan karena anggaran untuk bangunan pengganti sudah disediakan dalam dokumen penganggaran;

c. diperuntukkan bagi pegawai negeri;

d. diperuntukkan bagi kepentingan umum; atau

e. dikuasai negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dan/atau berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, yang jika status kepemilikannya dipertahankan tidak layak secara ekonomis.

Penjualan Barang Milik Negara/Daerah sesuai Pasal 61 dilakukan secara lelang, kecuali dalam hal tertentu yaitu:

a. Barang Milik Negara/Daerah yang bersifat khusus;

b. Barang Milik Negara lainnya yang ditetapkan lebih lanjut oleh Pengelola Barang; atau

c. Barang Milik Daerah lainnya yang ditetapkan lebih lanjut oleh Gubernur/Bupati/Walikota.

  • Sebagaimana dinyatakan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah yang dirubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 tahun 2007 dan terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 tahun 2011, dalam pasal 26 ayat (4) ditegaskan bahwa termasuk dalam jenis lain-lain pendapatan asli daerah yang dipisahkan diantaranya adalah hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan secara tunai maupun secara angsuran/cicilan. Dalam pengertian kekayaan daerah yang tidak dipisahkan tidak terdapat penjelasan secara khusus, oleh karenanya semua kekayaan daerah yang   dikelola secara langsung oleh pemerintah daerah merupakan kekayaan yang tidak dipisahkan, dan oleh karenanya hasil penjualan barang milik daerah merupakan sumber pendapatan bagi pemerintah daerah yang harus disetor ke kas daerah.