BANDARLAMPUNG – Predikat opini wajar tanpa pengecualian (WTP) yang disematkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI terhadap laporan keuangan daerah punya andil dalam memuluskan pengucuran dana dari pemerintah pusat. Meski bukan menjadi syarat mutlak, pemerintah pusat menilai dengan adanya opini WTP, administrasi pengelolaan keuangan pemerintah daerah tersebut dinilai baik.
’’Ini prestasi dalam bidang pengelolaan keuangan. Pemerintah pusat mungkin juga akan melihat dan bisa jadi salah satu pertimbangan untuk diprioritaskan. Jadi, pusat lebih memprioritaskan daerah yang meraih WTP, bukan kesalahan dministratifnya,’’ urai Asisten Bidang Umum Adeham didampingi Kabag Anggaran Setprov Lampung Wan Ruslan kemarin.
Secara khusus, reward dari pemerintah pusat terkait perolehan opini WTP memang tak ada. Hanya, lanjut dia, dari sektor lain seperti investasi, opini keuangan pemerintah bisa jadi tolok ukur bagi pengusaha untuk berinvestasi di daerah. ’’Pada akhirnya menimbulkan dampak psikologis seperti itu,’’ beber dia.
Menurutnya, untuk catatan-catatan yang diberikan BPK RI terhadap laporan keuangan akan ditindaklanjuti. Tercatat, khusus laporan keuangan pemprov masih terdapat ketidaksesuaian penganggaran bantuan sosial (bansos).
Untuk Pemprov Lampung masih ada Rp12.268.500.000 anggaran bansos yang dinilai ada ketidaksesuaian. Dari jumlah itu Rp7.022.000.000 dinilai tak memenuhi kriteria tujuan penggunaan. Yakni untuk kegiatan rehabilitasi, perlindungan sosial, dan jaminan sosial. Lalu Rp437.200.000.00 direalisasikan guna pengamanan operasional melekat ke daerah dan wakil kepala daerah.
Kemudian adanya kesalahan bansos yang seharusnya menurut BPK masuk dalam pos hibah bagi kelompok masyarakat sebesar Rp4. 471.300.000. Catatan lainnya adalah penganggaran kegiatan operasional Tim Jaringan Kerja Sama Penelitian Kebijakan dan Pengembangan Pendidikan Nasional (Jarlitbang Diknas) sebesar Rp338 juta.
Berdasarkan telaah BPK, untuk tahun anggaran 2011 Diro Keuangan Setprov Lampung telah menganggarkan bansos Rp126.226.800.000 dengan realisasi Rp109.417.064.821.00 atau 86,68 persen. Masih adanya catatan itu, menurut pihak BPK, antara lain disebabkan lemahnya pengawasan Karo Keuangan dan kurang diperhatikannya ketentuan pengelompokan belanja daerah.
Karena itu, BPK merekomendasikan agar Karo Keuangan lebih cermat dalam pengelolaan anggaran. Lalu menegur tim penyusun anggaran daerah agar lebih cermat dalam penganggaran bansos. Kemudian menegur bendahara pengeluaran bantuan supaya lebih cermat lagi.
Menurut Wan Ruslan, untuk memenuhi permintaan BPK tersebut dan menindaklanjutinya, pihak pemprov terus melakukan perbaikan kebijakan di bidang akuntansi. Pembenahan di bidang tersebut antara lain dilakukan dengan pembenahan terhadap pengeluaran surat perintah pencairan dana (SP2D).
’’Kita juga ada pengetatan pengeluaran SP2D,’’ jelas dia. Namun, secara keseluruhan lanjut dia, materialitas ke laporan keuangan pemprov dinyatakan sudah tak ada. Terkait permasalahan aset, lanjut dia, pemrpov akan bekerja sama dengan pemerintah kabupaten/kota guna menyelesaikan persoalan aset di daerah. ’’Tim masih berupaya untuk itu,’’ terangnya. (wdi/c3/ary)
sumber : www.radarlampung.co.id – Jumat, 14 September 2012 | 16:16 WIB