TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDARLAMPUNG – Longsor yang terjadi di Perumahan Citraland, Bandar Lampung diduga karena siteplan tidak sesuai analisis dampak lingkungan (amdal). Hal itu dikatakan Ketua Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Lampung Irfan Tri Musri.
Irfan menjelaskan, ada pula kemungkinan konstruksi bangunan tidak dikerjakan sesuai standar yang baik.
“Ditambah lagi, curah hujan yang belakangan tinggi dan masif,” kata Irfan, Selasa (26/1/2021).
Irfan mengatakan, ada kemungkinan rekomendasi dampak lingkungan yang tertuang dalam amdal tidak dilaksanakan oleh pengembang.
“Sehingga menimbulkan bencana longsor di daerah itu,” kata Irfan.
“Tentunya ini harus menjadi perhatian yang serius pemerintah dan pengembang bangunan,” sambungnya.
Menurut Irfan, jangan sampai ke depannya peristiwa longsor kembali terulang.
“Oke, hari ini longsor hanya menimpa kompleks Citraland. Bagaimana longsor tersebut merugikan permukiman penduduk dan wilayah lainnya,” kata Irfan.
“Tentu persoalan ini akan melebar,” sambungnya.
Irfan mengatakan, secara aturan RT/RW, wilayah Citraland itu memang diperuntukkan kawasan permukiman.
“Permukiman kepadatan sedang dan permukiman kepadatan tinggi. Tapi secara teknis, wilayah perbukitan atau wilayah lereng tidak juga dijadikan sebagai lokasi perumahan,” ujarnya.
“Dalam amdal dijelaskan bagaimana pengembang ini melakukan upaya-upaya pencegahan longsor. Upaya pencegahan dampak-dampak lainnya. Harusnya itu menjadi landasan bagi pengembang dalam melakukan aktivitas,” ungkap Irfan.
“Karena kalau amdalnya atau UKL dan UPL-nya dilaksanakan, harusnya tidak mungkin terjadi longsor di wilayah itu,” pungkasnya. (Tribunlampung.co.id/Dominius Desmantri Barus)
Sumber:
Tribunlampung, Selasa, 26 Januari 2021, Walhi Sebut Longsor di Citraland karena Siteplan Tak Sesuai Amdal, https://lampung.tribunnews.com/2021/01/26/walhi-sebut-longsor-di-citraland-karena-siteplan-tak-sesuai-amdal
Catatan:
Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, mengatur mengenai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan sebagai berikut:
- Pasal 1 angka 1 yang menyatakan bahwa Analisis mengenai dampak lingkungan hidup (AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan;
- Pasal 1 angka 2 yang menyatakan bahwa Dampak besar dan penting adalah perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar yang diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan;
- Pasal 1 angka 11 yang menyatakan bahwa Komisi penilai adalah komisi yang bertugas menilai dokumen analisis mengenai dampak lingkungan hidup dengan pengertian di tingkat pusat oleh komisi penilai pusat dan di tingkat daerah oleh komisi penilai daerah;
- Pasal 3 yang menyatakan bahwa:
Usaha dan/atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup meliputi:
- pengubahan bentuk lahan dan bentang alam;
- eksploitasi sumber daya alam baik yang terbaharui maupun yang tidak terbaru;
- proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pemborosan, pencemaran, dan kerusakan lingkungan hidup, serta kemerosotan sumber daya alam dalam pemafaatannya;
- proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam, lingkungan buatan, serta lingkungan sosial dan budaya;
- proses dan kegiatan yang hasilnya akan dapat mempengaruhi pelestarian kawasan konservasi sumber daya alam dan/atau perlindungan cagar budaya;
- introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, jenis hewan, dan jasad renik;
- pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan non-hayati;
- penerapan teknologi yang dipikirkan mempunyai potensi besar untuk mempengaruhi lingkungan hidup; i. kegiatan yang mempunyai risiko tinggi, dan/atau mempengaruhi pertahanan negara.
Jenis usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud di atas yang wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup ditetapkan oleh Menteri setelah mendengar dan memperhatikan saran dan pendapat Menteri lain dan/atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen yang terkait. Jenis usaha dan/atau kegiatan dimaksud dapat ditinjau kembali sekurang-kurangnya dalam waktu 5 (lima) tahun.
Bagi rencana usaha dan/atau kegiatan di luar usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud diatas wajib melakukan upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup yang pembinaannya berada pada instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan.
Pejabat dari instansi yang berwenang menerbitkan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan wajib mencantumkan upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup dalam izin melakukan usaha dan/atau kegiatan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan kewajiban upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup sebagaimana yang membidangi usaha dan/atau kegiatan setelah mempertimbangkan masukan dari instansi yang bertanggungjawab.
- Pasal 8 yang menyatakan bahwa:
Komisi penilai dibentuk di tingkat daerah oleh Gubernur. Komisi penilai di tingkat daerah berkedudukan di instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan Daerah Tingkat I.
Komisi penilai menilai kerangka acuan, analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup. Dalam menjalankan tugasnya, Komisi Penilai dibantu oleh tim teknis yang bertugas memberikan pertimbangan teknis atas kerangka acuan, analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup dan rencana pemantauan lingkungan hidup.
Komisi penilai menyerahkan hasil penilaiannya kepada instansi yang bertanggungjawab untuk dijadikan dasar keputusan atas kerangka acuan, analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan